Counter

Flag Counter

Monday, February 24, 2014

Postmodernisme dalam Konteks Indonesia



Postmodernisme dalam Konteks Indonesia
by: Tatang Agus Bahri
Jika kita melihat dan menelaah konteks politik hari ini, masalah posmodernisme juga kerap muncul. Modernisme dengan konsep universalitasnya menghendaki semua negara menerapkan sistem demokrasi. Namun demokrasi yang  diperjualbelikan adalah demokrasi ala Amerika yang konon katanya paling demokratis. Amerika Serikat juga didaulat, maka tidak pantas disebutkan mendaulatkan diri, sebagai negara penjunjung tinggi HAM.
Untuk dapat menjunjung tinggi HAM seperti Amerika Serikat, maka Sistem demokrasi harus dianut terlebih dahulu. Jadi, negara manapun yang ingin menghargai hak asasi warganya harus menerapkan sistem demokrasi ala Amerika. Ini dikarenakan Amerika lagi-lagi dianggap sebagai negara terdepan dalam pengimplementasian demokrasi. Hal tersebut kemudian lebih menjadi anggota United Nation diwajibkan untuk menjunjung tinggi HAM.
 Tidak ada masalah jika negara anggota United Nation diwajibkan menjunjung tinggi HAM. Yang menjadi masalah adalah ketika demokrasi dianggap satu-satunya jalan untuk menjunjung tinggi HAM. Secara tidak langsung, mereka telah menafikkan sistem lain seperti Khilafah dan sistem politik lokal. Oleh karena demokrasi merupakan satu-satunya jalan, maka suatu negara yang ingin menjunjung tinggi HAM harus pula menganut sistem demokrasi. Barang siapa (negara) tidak mau menjunjung tinggi HAM—tidak mau menganut demokrasi—maka akan dikenai sanksi oleh lembaga tertinggi dunia. Sanksi dapat beraneka ragam, mulai dari embargo sampai penjajahan yang berkedok penyelamatan umat manusia.
Para postmodernis melihat proyek pendemokrasian tersebut sebagai akibat dari modernisme. Ini terlihat dalam modernisme sendiri terdapat satu ciri penting: universalisme dalam segala bidang. Selain universalisme, ada juga karakter penting dari modernisme: Oposisi Binner—jika A benar maka B salah. Modernisme beranggapan bahwa demokrasi Amerika sudah benar, maka sesuai dengan prinsip Oposisi Binner, semua sistem diluar itu adalah SALAH.
Tentu mustahil untuk menerapkan satu sistem yang dengan diwajibkan bagi setiap negara dengan pluratisa dan warna yang beragam. Seperti halnya Inggris, negara ini masih menganut sistem kerajaan. Selain itu juga dengan Indonesia dengan multikulturalisme yang sangat beragam. Dalam konteks ini, postmodernisme menawarkan satu prinsip baru: Paralogi. Paralogi adalah bahwa semua bias hidup dalam keberagaman. Keberagaan ini dibingkai dalam prinsip multikulturalisme, seperti prinsip Indonesia: Bhineka Tunggal Ika—berbeda-beda tetapi tetap satu jua..

0 comments:

Post a Comment

 
Design by fthemes
Bloggerized by Seo Lanka and Blogger Template