Counter

Flag Counter

Wednesday, May 8, 2013

Ruang Publik, Legiitimasi Kaum Borjuasi


Ruang Publik, Legitimasi Kaum Borjuasi
by Ahmad Riyadi

Sejarah modern barat tidak lepas dari rezim absolutisme kerajaan Perancis dan Revolusi Industri di Inggris. Kekelan pengaruh yang bersifat dogmatis dari kerajaan perancis membuahkan ketimpangan dalam realitas masyarakat, terutama cendekiawan. Begitu juga dengan revolusi industri, tidak puasnya dengan sistem ekonomi sehingga bermuara kepada pelepasan sistem ekonomi yang dipercayai mampu mensejahterakan seluruh masyarakat di Inggris tanpa intervensi negara (kerajaan).
Begitulah perjalanan sejarah yang menciptakan ruang baru, sebuah ruang yang ‘dianggap’ mampu dinikmati semua kalangan masyarakat, Habermas menyebutnya Ruang Publik (Public Sphere). Ini merupakan sebuah ruang yang menurut Habermas ditujukan untuk individu atau masyarakat dengan mendapatkan peluang yang sama.
Ruang Publik awalnya ditempati dan dikuasai oleh kaum borjuasi setelah runtuhnya rezim absolutisme. Pergeseran ruang oleh kaum borjuasi tersebut terletak diantara tidak ‘wah’nya peran istana yang gemilang. Sehingga demikian kaum borjuasi melalui ruang publik (salon, tempat ngopi, pasar, museum, dll) menindaklanjuti legitimasinya di ruang publik tersebut.
Dengan demikian masyarakat biasa menganggap ini peluang untuk ‘sama-sama’ menikmati kegemilangan publik. Terbukti dengan banyaknya masyarakat akhir-akhir ini menyerupai atau meniru baik itu tindakan, fashion, maupun cara berfikir dengan kaum borjuasi. Padahal, Ruang Publik yang digagas oleh habermas berharap bahwa ruang ini murni berdasarkan being dari individu atau mansyarakat itu sendiri.
Pelestarian ruang publik tidak hanya terhenti melalui keberadaan realitasnya. Melalui iklan, aksesoris, media, dan terutama melalui opini publik untuk menguatkan legitimasi kaum borjuasi. Perdebatan panjang mengenai opini publik terus mengalami dialektika. Hegel menganggap opini publik sebagai kesadaran bersama melalui hati nurani. Pendapat Hegel ini berbeda dengan Karl Marx. Karl Marx menyebut opini publik sebagai kesadaran palsu masyarakat yang pasti bersifat menipu.
Meskipun demikian, ruang publik bagi Karl Marx membutuhkan kesadaran penuh agar tidak menciptakan alienasi. “Kabar” ini menyampaikan kesan politis yang berujung pada Sosialisme yang menjadi tujuan Marx sebagai wujud mencapai penghapusan konsep negara. Hal ini tentunya sangat jauh berbeda dengan Hegel. Hegel sangat mempercayai dengan menjadikan opini publik sebagai kesadaran bersama, maka akan terwujud kesadaran ‘kritis’ masyarakat sipil.
J.S.Mills juga menyebutkan opini publik sebagai pemaksaan terhadap pekerja kasar (buruh) untuk beraktualisasi di tempat tersebut. Sehingga Mills menyebutnya sebagai tindakan sebagai tidak karuannya masyarakat sipil. Dalam artian tidak ada kejelasan masyarakat sipil terhadap kaum borjuasi yang mengerucut pada melepurnya masyarakat sipil terhadap kaum borjuasi yang merugikan masyarakat sipil itu sendiri.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by fthemes
Bloggerized by Seo Lanka and Blogger Template