Counter

Flag Counter

Suasana Diskusi Altaris

Pemecahan kegalauan bersama-sama.

antusiasme saudara Yogi

diskusi yang tiada habisnya.

Kemeriahan Diskusi para Altaris

Sebuah Diskusi Pencerahan.

Semangat para Altaris

Saat klimaks.

Serius tetapi santai brooo.....

Segelas kopi, sebatang rokok, dan bermacam gorengan menemani dinginnya malan.

Kemeriahan para Altaris

Kompak selalu.

Antusias Putra

Sok Sedikit Serius..... hahaha.

The Thinking of Confusing

Pusing Ria Bersama.

Puasa feat Rifa'i

Duet maut yang sangat Meyakinkan.

Tuesday, April 23, 2013

Pemikiran Emile Durkheim tentang Agama



Pemikiran Emile Durkheim tentang Agama
By: Adriansyah M. Puasa

Emile Durkheim adalah seorang fungsionalist, dia memandang masyarakat sebagai suatu kesatuan yang organis. Individu tidak bisa terlepas dari masyarakat. itu merupakan suatu hal mutlak yang berlaku dalam proses kehidupan. Ketika individu menjadi bagian dari masyarakat, maka dia harus beradaptasi agar bisa diterima. Disinilah kiranya apa yang menjadi fokus kajian ilmuan sosial khususnya tokoh yang akan kita bicarakan ini. Masyarakat bagi Durkheim merupakan alat yang menghambat seorang individu dalam bertindak semaunya.
Pranata sosial dan struktur sosial menjadi sesuatu yang diciptakan oleh masyarakat untuk mengatur kehidupan sosial. Kedua hal tersebut menurut Durkheim adalah apa yang seharusnya menjadi objek kajian dari ilmu sosiologi yang digagasnya. Ia meneruskan apa yang diusahakan oleh ilmuan sebelumnya (Aguste Comte, Harbert Spencer). Dia menyebutnya sebagai fakta sosial. Kemudian membaginya dalam due tipe yakni :
1.        Fakta sosial materi, misalnya hukum, arsitektur. Keduanya dapat diamati sebab memiliki wujud yang nyata.
2.        Fakta sosial non-materi, misalnya egoism, opini . keduanya lebih bersifat intersubjektif dan hanya muncul dalam kesadaran manusia (George Ritzer.hal.14-15)
Dengan asumsi dan pandangan Durkheim tentang ilmu sosiologi sebagai ilmu yang menjadikan fakta sosial sebagi objek kajian, maka kemudian apa saja yang membentuk seorang individu adalah mutlak kajian sosiologi. Namun dalam hal ini sesuatu yang membentuk individu dan fakta sosial tersebut adalah suatu yang bersifat mempengaruhi dan memaksa seorang individu dalam berprilaku. Pranata sosial dan struktur sosial menjadi pembentuk seorang individu, dalam hal ini nilai-nilai dalam masyarakat akan kita anggap sebagai pranata sosial dan kemudian wadah atau suatu komunitas yang memaksakan nilai tersebut tertanam kedalam individu kita sebut sebagi struktur. Misalnya jika kita menganggap adat sebagai pegangan maka dalam hal ini adat adalah pranta dan kerajaan sebagai struktur, sebab perangkat kerajaan merupakan alat dalam memaksakan nilai adat terhadap individu—seperti itu juga jika kita memandang agama dalam prespektif Durkheim kiranya. Agama merupakan sebuah pegangan nilai dengan seperangkat aturan serta struktur yang memaksakan aturan tersebut terhadap seorang individu.  Dalam pandangan Durkheim semua agama pada dasarnya berangkat dari mental yang sama, yaitu mental kolektifitas. Agama merupakan semacam tatanan nilai yang menjaga kehidupan kolektifitas. Di sini Durkheim menyebutkan bahwa agama merupakan representasi dari masyarakat.
 “…mitologi dipresentasikan dengan berbagai bentuk dan cara, tapi merupakan sebab objektif, universal dan abadi dari pencerapan-pencerapan sui generis yang menjadi bahan baku pengalaman religious – ini tidak lain tidak bukan adalah masyarakat.” (Emile Durkheim,The Elmentry Form and Religious Life. hal.597-598)
Durkheim melihat bahwa kesadaran kolektif lah yang menjadi dasar dari kemunculan agama, kesadaran kolektif ini hanya bisa ditemukan jika individu-individu berkumpuldisana akan kita temukan energi yang keluar dari individu-ibdividu ini adalah sebenarnyanya pengungkapan emotif pemujaan terhadap masyarakat.
   Dalam penelitian di masyarakat suku arunta, Durheim menemukan tentang agama di Australia yang memiliki kesamaan dengan agama-agama modern, hal tersebut antara lain :
  1.   Simbol (totem). Totem adalah suatu lambang yang menjadi identitas bersama dalam suatu agama atau sistem kekeluargaan. Misalnya pohon, batu, matahari dll.
   2.      Ritual. Setiap agama pasti memiliki sitem ritual, misalnya shalat. kurban, pembabtisan, proses inisiasi dll.
   3.      Tabo. Tabo adalah semacam larangan dalam suatu agama.
  4.   Mitos dan legenda. Mitos dan legenda pasti akan kita temukan dalam agama manapun, baik itu lewat lisan maupun teks.
  5.   Yang sakral dan yang profan. Dalam agama ada yang disebut dengan dunia fana (supranatural) dan profan (dunia nyata), namun ini konteksnya bisa lebih luas. Misalnya dalam dunia agama tradisional Australia, dan lain sebagainya ada hal yang dianggap sakral dalam dunia profan.

Setiap masyarakat di suku Arunta memiliki totem berdasarkan garis klannya, entah itu bersifat patriarkis atau matriarkis. Totem merupakan identitas kesukuan yang akan terus diwariskan kepada anggota klan baru. Ketika seorang anggota baru telah mencapai usia yang cukup, maka akan dilakukan proses inisiasi. Proses ini meskipun dengan beragam bentuk, namun substansinya adalah pengenalan terhadap anggota baru dengan dunia yang sakral. Dalam hal ini juga terdapat energi dari religiusitas itu sendiri yang diperkenalkan kepada anggota tersebut. Proses ini bersifat tertutup hanya untuk kalangan lelaki yang dianggap telah cukup pantas untuk memasuki dunia sakral. Terdapat juga semacam ritual yang memang sangat khidmat didalamnya. Perangkat dan rangkaian ritual ini merupakan warisan leluhur yang terus diulang-ulang. Ini juga seperti proses pengulangan mitos atau legenda yang ada di masyarakat, semacam teatrikal perjalanan tokoh mistis, tokoh mistis yang menjadi wujud dari tokoh ideal atau juga mungkin tokoh nyata yang pernah hidup namun sifatnya agak metaforis. Hal ini disebabkan karena sistem ritual ini sangat idealitas, sehingga perjalanan ini bukanlah sebuah perjalanan begitu saja dalam dunia riil. Totem juga merupakan suatu lambang yang harus disakralkan oleh pewarisnya, sehingga misalnya jika seorang bertotem kanguru misalnya, maka hewan itu akan sakral dan menjadi tabo untuk dikonsumsi olehnya. Entah itu pemujaan yang bersifat negatif ataupun positif (dalam arti tujuannya), didalamnya akan selalu ada lambang yang sifatnya memiliki mana atau kramat.
Melalui karya-karyanya Emile Durkheim memberikan sumbangsi yang sangat besar bagi dunia ilmu pengetahuan, khusunya sosiologi. Apa yang disampaikan oleh Durkheim mendapatkan kritikan yang sangat banyak di era sekarang ini, namun teori-teorinya masih sering digunakan baik itu dalam ruang akademis maupun praktisi.

Thursday, April 11, 2013

Biografi Jurgen Habermas

Biografi Jurgen Habermas

       Jurgen Habermas adalah seorang filusuf dan sosiolog dengan Jerman. Dia adalah generasi kedua madzab Frankfrut. Dia dilahirkan di kota Dusseldorf di Jerman pada tanggal 18 Juni 1929, tetapi Habermas dibesarkan di Gummersbach—kota kecil yang berdekatan dengan Dusseldorf. Dia hidup di keluarga kelas menengah yang agak tradisional.

         Ketika berusia belasan tahun selama Perang Dunia II Habermas sangat dipengaruhi oleh perang itu. Berakhirnya perang menimbulkan harapan dan peluang baru pemuda Jerman, termasuk Habermas. Hancurnya Nazisme menimbulkan optimisme mengenai masa depan Jerman, namun Habermas kecewa karena hampir tak ada kemajuan yang berarti di tahun-tahun permulaan sesudah perang. Dengan berakhirnya kekuasaan Nazi, semua jenis peluang intelektual muncul, dan buku-buku yang semula dilarang dibaca kini boleh dibaca dan tersedia buat Habermas. Termasuk literatur Barat dan Jerman maupun risalah yang ditulis oleh Marx dan Engels.
      Pada tahun 1954 habermas kuliah di V. Bonn dan kemudian meraih gelar doktor filsafat melalui disertasinya “Das Absolut und die Geshichte.” Kemudian pada tahun 1956 Habermas singgah di The Institute for Social Research (Institute Fur Sozialforchung) di Frankfurt. Ia menjadi asisten riset dari Theodor Adomo, anggota aliran Frankfurt yang sangat terkenal (Wiggershaus, 1994). Meski aliran Frankfurt sering dianggap mengembangkan aliran pikiran yang sangat berhubungan secara logis, pandangan Habermas tak seperti itu :
Menurut saya, tak pernah ada teori yang konsisten. Adorno pernah menulis esai kritis tentang budaya dan juga memberikan seminar tentang Hegel. Ia memberikan latar belakang Marxis tertentu. (Habermas, dikutip dalam Wiggershaus, 1994:2).
          Meski ia bergabung dengan The Institute for Research, sedari awal Habermas telah menunjukkan orientasi intelektual yang bebas. Artikel yang ditulisnya tahun 1957 menyebabkan Habermas terlibat persoalan dengan Max Horkheimer, pimpinan institut itu. Habermas mendesakkan pemikiran kritis dan tindakan praktis, tetapi Horkheimer takut pendirian seperti itu dapat membahayakan pendanaan institut secara umum. Horkheimer berkata tentang Habermas, “Ia agaknya mempunyai karir yang baik atau bahkan cemerlang  sebagai penulis di masa depan, tetapi ia hanya akan menyebabkan kerusakan besar terhadap institut” (dikutip dalam Wiggershaus, 1994:555). Artikel itu akhirnya diterbitkan juga, tetapi tidak dengan bantuan institut dan sebenarnya tidak merujuk ke institut. Akhirnya, Horkheimer menghadapi kondisi yang sulit berkenaan dengan karya Habermas ini dan kemudian mengundurkan diri dari jabatannya.
          Tahun 1961 Habermas menyelesaikan disertasi keduanya yang diwajibkan oleh Universitas Jerman, di Universitas Marburg. Setelah menerbitkan sejumlah karya terkenal, dia direkomendasikan menjadi profesor filsafat di Universitas Heidelberg bahkan sebelum menyelesaikan disertasi keduanya. Ia menjabat sebagai profesor di Heidelberg hingga tahun 1964 dan kemudian pindah ke Universitas Frankfurt sebagai profesor filsafat dan sosiologi. Dari 1971 hingga 1981 ia menjadi ia menjadi direktur Institute Max Planck. Ia kembali ke Universitas Frankfurt sebagai profesor filsafat dan pada tahun 1994 ia pensiun di universitas itu. Habermas telah menerima sejumlah penghargaan akademis bergengsi dan menerima gelar profesor kehormatan dari sejumlah universitas.
        Selama beberapa tahun, Habermas menjadi pemikir neo-Marxis paling terkenal di dunia. Namun, sesudah itu karyanya diperluasnya sehingga meliputi berbagai masukan teoritis yang berbeda. Ia tetap optimis terhadap masa depan kehidupan modern. Dengan optimisnya itulah ia menulis tentang modernitas sebagai proyek yang belum selesai itu. Sementara Marx memusatkan perhatian pada pekerjaan dan tenaga kerja, Habermas terutama memusatkan perhatian pada masalah komunikasi yang ia anggap sebagai proses yang lebih umum daripada pekerjaan. Sementara Marx memusatkan perhatian pada pengaruh distortif dari struktur masyarakat kapitalis terhadap struktur masyarakat kapitalis terhadap pekerjaan, Habermas memusatkan perhatian pada cara struktur masyarakat modern mendistorsi komunikasi. Sementara Marx membayangkan kehidupan masa depan ditandai oleh pekerjaan penuh dan tenaga kerja kreatif, Habermas membayangkan masyarakat masa depan ditandai oleh komunikasi bebas dan terbuka. Dengan demikian terdapat kesamaan yang mengagetkan antara teori Marx dan Habermas. Kesamaan paling umum adalah bahwa keduanya merupakan pemikir modernitas yang yakin bahwa di masa hidup mereka, proyek modernitas masih belum selesai (terciptanya pekerjaan penuh dan kreatif menurut Marx dan terciptanya komunikasi bebas dan terbuka menurut Habermas). Keduanya berkeyakinan bahwa di masa depan proyek modernitas ini akan selesai.

 
Design by fthemes
Bloggerized by Seo Lanka and Blogger Template